1. Raden Ajeng
Kartini
R.A Kartini lagir pada tanggal 21 April 1879 di kota Jepara,
pahlawan nasional yang lahir dari kalangan Priayi kelas bangsawan Jawa, putri
Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat seorang Bupati Jepara, dan keturunannya
pernah di telusuri bahwa ia adalah salah satu keturunan dari Sri Sultan
Hangkubowono IV. Anak ke – 5 dari 11 bersaudara ini memperjuangkan pendidikan
gratis di daerah Jepara dan Rembang yang dikhususkan untuk para kaum putri yang
ada pada saat itu.
Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang,
itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal.
Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu
kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk
melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.
2. Cut Nyak
Dhien
Cut Nyak Dien merupakan salah satu dari perempuan berhati
baja yang di usianya yang lanjut masih mencabut rencong dan berusaha melawan
pasukan Belanda sebelum ia akhirnya ditangkap. Pahlawan Kemerdekaan Nasional
kelahiran Lampadang, Aceh, tahun 1850, ini sampai akhir hayatnya teguh
memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah ini, juga
bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga, suami pertamanya dan Teuku
Umar suami keduanya adalah pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan
Kemerdekaan Nasional.Cut Nyak Dien diputuskan mejadi Pahlawan Nasional
Indonesia pada tanggal 2 Mei 1964 oleh Presiden Soekarno.
3. Raden Dewi Sartika
Dewi Sartika (Bandung, 4 Desember 1884 – Tasikmalaya, 11
September 1947), tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai
Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966.
Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi
Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang
tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula.
Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang
berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan
didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya
dari berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda. Dewi
Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu
upacara pemakaman sederhana di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan
Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati
Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.
4. Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia, wanita asal Nangroe Aceh Darussalam, yang
terus berjuang melawan Belanda hingga tewas diterjang tiga peluru di tubuhnya.
Wanita kelahiran Perlak, Aceh, tahun 1870, ini adalah seorang Pahlawan
Kemerdekaan Nasional yang hingga titik darah penghabisan tetap memegang prinsip
tak akan mau tunduk kepada kolonial.
Sebelum Cut Nyak Meutia lahir, pasukan Belanda sudah menduduki daerah Aceh yang digelari serambi Mekkah tersebut. Perlakuan Belanda yang semena-mena dengan berbagai pemaksaan dan penyiksaan akhirnya menimbulkan perlawanan dari rakyat. Tiga tahun sebelum perang Aceh-Belanda meletus, ketika itulah Cut Nyak Meutia dilahirkan. Suasana perang pada saat kelahiran dan perkembangannya itu, di kemudian hari sangat memengaruhi perjalanan hidupnya
Sebelum Cut Nyak Meutia lahir, pasukan Belanda sudah menduduki daerah Aceh yang digelari serambi Mekkah tersebut. Perlakuan Belanda yang semena-mena dengan berbagai pemaksaan dan penyiksaan akhirnya menimbulkan perlawanan dari rakyat. Tiga tahun sebelum perang Aceh-Belanda meletus, ketika itulah Cut Nyak Meutia dilahirkan. Suasana perang pada saat kelahiran dan perkembangannya itu, di kemudian hari sangat memengaruhi perjalanan hidupnya
Sumber
: http://www.pusakaindonesia.org/6-pahlawan-wanita-yang-populer-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar